mungkin aq tak setampan romeo
aq juga tak bergelimang harta
namun, tak q sangka
q dapatkan hatimu
yang lebih dari seorang juliet
Pages
▼
▼
Pages
▼
Senin, 07 Februari 2011
Sabtu, 05 Februari 2011
UFO Melintas di Atas Baitul Maqdis?
Video ini menunjukkan 'UFO' melintas di atas tempat Nabi Muhammad melakukan Isra Mikraj.
Banyak yang meyakini kesahihan hasil rekaman ini, karena terdapat beberapa rekaman yang sama yang di ambil dari berbagai posisi. Namun, banyak pula yang menganggapnya hanya sekadar video rekayasa alias hoax.
Sebab, salah satu rekaman terlihat goyang dan patah-patah. "Jika memang itu pesawat luar angkasa, pesawat itu sangat kecil," kata Benjamin Radford, salah satu pengamat, kepada Discovery News, lewat e-mail.
Ilustrasi piring terbang (Daily Mail)
Sebuah rekaman video yang mengggemparkan beredar luas di internet. Video itu memperlihatkan adanya benda yang dicurigai sebagai benda terbang UFO yang melintas di atas Bait Al-Maqdis, Yerusalem, Jumat 28 Januari 2011 lalu.
Dari rekaman yang diambil pada malam hari itu, terlihat bahwa sebuah cahaya terang turun dari langit ke bagian atas bangunan Temple of the Rock (disebut juga dengan kubah batu atau Qubbat Al-Sakhrah). Tempat ini dipercaya umat Islam sebagai tempat di mana Nabi Muhammad melakukan Isra' Mikraj (perjalanan ke surga) dengan menumpang Bouraq.Banyak yang meyakini kesahihan hasil rekaman ini, karena terdapat beberapa rekaman yang sama yang di ambil dari berbagai posisi. Namun, banyak pula yang menganggapnya hanya sekadar video rekayasa alias hoax.
Sebab, salah satu rekaman terlihat goyang dan patah-patah. "Jika memang itu pesawat luar angkasa, pesawat itu sangat kecil," kata Benjamin Radford, salah satu pengamat, kepada Discovery News, lewat e-mail.
PERLAWANAN RAKYAT INDONESIA
TERHADAP
KOLONIALISME DAN IMPERIALISME
BANGSA BARAT
A. Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap VOC/Belanda
Sikap keras yang dilakukan VOC terhadap rakyat Maluku membuat kaum mulim Hitu bekerja sama dengan orang-orang Ternate melawan VOC. Perlawanan rakyat Maluku yang dipimpin oleh Kakiali dan Telukabesi juga mendapat bantuan dari Kerjaan Gowa di Makassar. Sebagai pemimpian masyarakat Hitu, Kakiali melawan monopoli VOC dengan cara menyelundupkan cengkih. Ketika Kakiali ditangkap, orang-orang Hitu bersiap untuk berperang melawan VOC oleh karena itu, Gubernur Jendereal VOC, Antonio van Diemen memimpin sendiri operasi militer ke Maluku. Perlawanan rakyat Hitu terhadap VOC diteruskan di bawah pimpinan Telukabesi yang kemudian menyerah dan dibunuh pada tahun 1646.
Setelah terbunuhnya Kakiali dan Telukabesi, masyarakat Hitu masih melakukan perdagangan rempah-rempah secara gelap sehingga VOC mengangkat raja ternate, Mandarsyah dan menyuruhnya menandatangani perjanjian yang isinya melarang penanaman cengkih di semua wilayah, kecuali Ambon.
Penduduk Ambon-Lease memiliki unsur kehidupan yang dibawa dan dipadukan dengan budaya yang telah ada oleh VOC yaitu sistem perkebunan cengkeh, sistem pemerintahan desa dan sistem pendidikan desa. Sistem pemerintahan terjadi karena timbulnya daerah pemukiman baru.
Sistem perkebunan cengkeh mengharuskan menjual cengkeh rakyat ke VOC dengan harga yang ditetapkan sepihak. Hak pengolahan tanah dibagi menjadi tanah pekebunan cengkeh dan tanah pusaka warisan keluarga untuk ditanami bahan pangan untuk keluarga yang menggarapnya.
Ketiga jenis sistem tersebut menyebabkan keresahan masyarakat Maluku karena :
1. Banyak terjadi korupsi.
2. Adanya kewajiban membuat ikan asin dan garam untuk kapal perang belanda.
3. Pemuda negeri banyak yang dipaksa menjadi serdadu di Jawa.
4. Diberlakukan sirkulasi uang kertas di Ambon yang didapat dari hasil penjualan cengkeh namun untuk membeli barang di toko pemerintah harus memakai uang logam.
5. Hukuman denda dibayar dari hasil penjualan cengkeh serta ditambah biaya untuk kepentingan residen.
6. Penyerahan wajib leverantie bahan bangunan.7. Adanya pelayaran hongi yang menebar penderitaan.
1. Banyak terjadi korupsi.
2. Adanya kewajiban membuat ikan asin dan garam untuk kapal perang belanda.
3. Pemuda negeri banyak yang dipaksa menjadi serdadu di Jawa.
4. Diberlakukan sirkulasi uang kertas di Ambon yang didapat dari hasil penjualan cengkeh namun untuk membeli barang di toko pemerintah harus memakai uang logam.
5. Hukuman denda dibayar dari hasil penjualan cengkeh serta ditambah biaya untuk kepentingan residen.
6. Penyerahan wajib leverantie bahan bangunan.7. Adanya pelayaran hongi yang menebar penderitaan.
Tanggal 14 Mei 1817 rakyat maluku bersumpah untuk melawan pemerintah dimulai dengan menyerang dan membongkar perahu milik belanda orombaai pos yang hendak membawa kayu bahan bangunan. Kemudian merebut benteng Duurstede oleh pasukan yang dipimpin Kapiten Pattimura dan Thomas Matulesi. Pattimura kemudian menyerang pasukan yang dipimpin beetjes untuk merebut benteng Zeelandia, namun sebelum menyerang Zeelandia, Residen Uitenbroek di Haruku melkukan hal berikut :
1. Memberi hadiah kepada Kepala Desa.
2. Membentuk komisi pendekatan Kepala-kepala Desa di Haruku.
3. Mendatangkan pasukan bala bantuan Inggris dengan Kapal Zwaluw.
1. Memberi hadiah kepada Kepala Desa.
2. Membentuk komisi pendekatan Kepala-kepala Desa di Haruku.
3. Mendatangkan pasukan bala bantuan Inggris dengan Kapal Zwaluw.
Karena adanya bantuan Inggris, Kapten Pattimura terdesak masuk hutan dan benteng-bentengnya direbut kembali pemerintah.
Rakyat nusa laut menyerah tanggal 10 November 1817 setelah pimpinannya Kapiten Paulus Tiahahu serta putrinya Kristina Martha Tiahahu. Tanggal 12 November 1817 Kapitan Pattimura ditangkap dan bersama tiga panglimanya dijatuhi hukuman mati di Niuew Victoria di Ambon.
B. Perlawanan Kapiten Pattimura Terhadap VOC/Belanda
Kapitan Pattimura (lahir di Negeri Haria, Porto, Pulau Saparua, Maluku, 8 Juni 1783 – meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), atau dikenal dengan nama Thomas Matulessy atau Thomas Matulessia, adalah Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putra Frans Matulessia dengan Fransina Silahoi. Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarir dalam militer sebagai mantan sersan Militer Inggris. Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah Raja-Raja.
Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudian Belanda menetrapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan korps Ambon dengan Gubernur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya pemindahn dinas militer ini dipaksakan. Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Thomas Matulessy yang diberi gelar Kapitan Pattimura maka pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sifat ksatria (kabaressi). Sebagai panglima perang, Thomas Matulessy mengatur strategi perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para Raja Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.
Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di laut dikoordinir Thomas Matulessy Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain Melchior Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha. Pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan. Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Thomas Matulessy dikukuhkan sebagai “PAHLAWAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN” oleh pemerintah Republik Indonesia Pahlawan Nasional Indonesia.
C. Perlawanan Imam Bonjol/Perang Paderi Terhadap VOC/Belanda
1.Tuanku Imam Bonjol
Tuanku Imam Bonjol (TIB) (1722-1864), yang diangkat sebagai pahlawan nasional berdasarkam SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, 6 November 1973, adalah pemimpin utama Perang Paderi di Sumatera Barat (1803-1837) yang gigih melawan Belanda.
Selama 62 tahun Indonesia merdeka, nama Tuanku Imam Bonjol hadir di ruang publik bangsa: sebagai nama jalan, nama stadion, nama universitas, bahkan di lembaran Rp 5.000 keluaran Bank Indonesia 6 November 2001. Namun, baru-baru ini muncul petisi, menggugat gelar kepahlawanannya. TIB dituduh melanggar HAM karena pasukan Paderi menginvasi Tanah Batak (1816-1833) yang menewaskan "jutaan" orang di daerah itu.
Kekejaman Paderi disorot dengan diterbitkannya buku MO Parlindungan, Pongkinangolngolan Sinamabela Gelar Tuanku Rao: Teror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak, 1816-1833 (2006), kemudian menyusul karya Basyral Hamidy Harahap, Greget Tuanku Rao (2007).
Kedua penulisnya, kebetulan dari Tanah Batak, menceritakan penderitaan nenek moyangnya dan orang Batak umumnya selama serangan tentara Paderi 1816-1833 di daerah Mandailing, Bakkara, dan sekitarnya.
Munculnya koreksi terhadap wacana sejarah Indonesia belakangan ini mencuatkan kritisisme terhadap konsep pahlawan nasional. Kaum intelektual dan akademis, khususnya sejarawan, adalah pihak yang paling bertanggung jawab jika evaluasi wacana historis itu hanya mengakibatkan munculnya friksi di tingkat dasar yang berpotensi memecah belah bangsa ini.
Ujung pena kaum akademis harus tajam, tetapi teks-teks hasil torehannya seyogyanya tidak mengandung "hawa panas". Itu sebabnya dalam tradisi akademis, kata-kata bernuansa subyektif dalam teks ilmiah harus disingkirkan si penulis.
Setiap generasi berhak menafsirkan sejarah (bangsa)-nya sendiri. Namun, generasi baru bangsa ini—yang hidup dalam imaji globalisme—harus menyadari, negara-bangsa apa pun di dunia memerlukan mitos-mitos pengukuhan. Mitos pengukuhan itu tidak buruk. Ia adalah unsur penting yang di-ada-kan sebagai "perekat" bangsa. Sosok pahlawan nasional, seperti Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, Sisingamangaraja XII, juga TIB, dan lainnya adalah bagian dari mitos pengukuhan bangsa Indonesia.
Jeffrey Hadler dalam "An History of Violence and Secular State in Indonesia: Tuanku Imam Bondjol and Uses of History" (akan terbit dalam Journal of Asian Studies, 2008) menunjukkan, kepahlawanan TIB telah dibentuk sejak awal kemerdekaan hingga zaman Orde Baru, setidaknya terkait tiga kepentingan.
Pertama, menciptakan mitos tokoh hero yang gigih melawan Belanda sebagai bagian wacana historis pemersatu bangsa. Kedua, mengeliminasi wacana radikalisme Islam dalam upaya menciptakan negara-bangsa yang toleran terhadap keragaman agama dan budaya. Ketiga, "merangkul" kembali etnis Minang ke haribaan Indonesia yang telah mendapat stigma negatif dalam pandangan pusat akibat peristiwa PRRI.
Kita tak yakin, sudah adakah biji zarah keindonesiaan di zaman perjuangan TIB dan tokoh lokal lain yang hidup sezaman dengannya, yang kini dikenal sebagai pahlawan nasional.
Kita juga tahu pada zaman itu perbudakan adalah bagian sistem sosial dan beberapa kerajaan tradisional Nusantara melakukan ekspansi teritorial dengan menyerang beberapa kerajaan tetangga. Para pemimpin lokal berperang melawan Belanda karena didorong semangat kedaerahan, bahkan mungkin dilatarbelakangi keinginan untuk mempertahankan hegemoni sebagai penguasa yang mendapat saingan akibat kedatangan bangsa Barat. Namun, mereka akhirnya menjadi pahlawan nasional karena bangsa memerlukan mitos pemersatu.
Tak dapat dimungkiri, Perang Paderi meninggalkan kenangan heroik sekaligus traumatis dalam memori bangsa. Selama sekitar 20 tahun pertama perang itu (1803-1821) praktis yang berbunuhan adalah sesama orang Minangkabau dan Mandailing atau Batak umumnya.
Campur tangan Belanda dalam perang itu ditandai dengan penyerangan Simawang dan Sulit Air oleh pasukan Kapten Goffinet dan Kapten Dienema awal April 1821 atas perintah Residen James du Puy di Padang. Kompeni melibatkan diri dalam perang itu karena "diundang" kaum Adat.
Pada 21 Februari 1821 mereka resmi menyerahkan wilayah Darek (pedalaman Minangkabau) kepada Kompeni dalam perjanjian yang diteken di Padang, sebagai kompensasi kepada Belanda yang bersedia membantu melawan kaum Paderi. Ikut "mengundang" sisa keluarga Dinasti Pagaruyung di bawah pimpinan Sultan Muningsyah yang selamat dari pembunuhan oleh pasukan Paderi yang dipimpin Tuanku Pasaman di Koto Tangah, dekat Batu Sangkar, pada 1815. (bukan 1803 seperti disebut Parlindungan, 2007:136-41)
Namun, sejak awal 1833 perang berubah menjadi perang antara kaum Adat dan kaum Agama melawan Belanda. Memorie Tuanku Imam Bonjol (MTIB)— transliterasinya oleh Sjafnir Aboe Nain, sebuah sumber pribumi yang penting tentang Perang Paderi yang cenderung diabaikan sejarawan selama ini—mencatat, bagaimana kedua pihak bahu-membahu melawan Belanda.
Pihak-pihak yang semula bertentangan akhirnya bersatu melawan Belanda. Di ujung penyesalan muncul kesadaran, mengundang Belanda dalam konflik justru menyengsarakan masyarakat Minangkabau sendiri.
Dalam MTIB, terefleksi rasa penyesalan TIB atas tindakan kaum Paderi atas sesama orang Minang dan Mandailing. TIB sadar, perjuangannya sudah melenceng dari ajaran agama. "Adapun hukum Kitabullah banyaklah yang terlampau dek oleh kita. Bagaimana pikiran kita?", tulis TIB dalam MTIB.
Penyesalan dan perjuangan heroik TIB bersama pengikutnya melawan Belanda yang mengepung Bonjol dari segala jurusan selama sekitar enam bulan (16 Maret-17 Agustus 1837)—seperti rinci dilaporkan De Salis dalam Het einde Padri Oorlog: Het beleg en de vermeestering van Bondjol 1834-1837: Een bronnenpublicatie [Akhir Perang Paderi: Pengepungan dan Perampasan Bonjol 1834-1837; Sebuah Publikasi Sumber] (2004): 59-183—mungkin dapat dijadikan pertimbangan untuk memberi maaf bagi kesalahan dan kekhilafan yang telah diperbuat TIB.
Kini bangsa inilah yang harus menentukan, apakah TIB akan tetap ditempatkan atau diturunkan dari "tandu kepahlawanan nasional" yang telah "diarak" oleh generasi terdahulu bangsa ini dalam kolektif memori mereka.
Kekejaman Paderi disorot dengan diterbitkannya buku MO Parlindungan, Pongkinangolngolan Sinamabela Gelar Tuanku Rao: Teror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak, 1816-1833 (2006), kemudian menyusul karya Basyral Hamidy Harahap, Greget Tuanku Rao (2007).
Kedua penulisnya, kebetulan dari Tanah Batak, menceritakan penderitaan nenek moyangnya dan orang Batak umumnya selama serangan tentara Paderi 1816-1833 di daerah Mandailing, Bakkara, dan sekitarnya.
Munculnya koreksi terhadap wacana sejarah Indonesia belakangan ini mencuatkan kritisisme terhadap konsep pahlawan nasional. Kaum intelektual dan akademis, khususnya sejarawan, adalah pihak yang paling bertanggung jawab jika evaluasi wacana historis itu hanya mengakibatkan munculnya friksi di tingkat dasar yang berpotensi memecah belah bangsa ini.
Ujung pena kaum akademis harus tajam, tetapi teks-teks hasil torehannya seyogyanya tidak mengandung "hawa panas". Itu sebabnya dalam tradisi akademis, kata-kata bernuansa subyektif dalam teks ilmiah harus disingkirkan si penulis.
Setiap generasi berhak menafsirkan sejarah (bangsa)-nya sendiri. Namun, generasi baru bangsa ini—yang hidup dalam imaji globalisme—harus menyadari, negara-bangsa apa pun di dunia memerlukan mitos-mitos pengukuhan. Mitos pengukuhan itu tidak buruk. Ia adalah unsur penting yang di-ada-kan sebagai "perekat" bangsa. Sosok pahlawan nasional, seperti Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, Sisingamangaraja XII, juga TIB, dan lainnya adalah bagian dari mitos pengukuhan bangsa Indonesia.
Jeffrey Hadler dalam "An History of Violence and Secular State in Indonesia: Tuanku Imam Bondjol and Uses of History" (akan terbit dalam Journal of Asian Studies, 2008) menunjukkan, kepahlawanan TIB telah dibentuk sejak awal kemerdekaan hingga zaman Orde Baru, setidaknya terkait tiga kepentingan.
Pertama, menciptakan mitos tokoh hero yang gigih melawan Belanda sebagai bagian wacana historis pemersatu bangsa. Kedua, mengeliminasi wacana radikalisme Islam dalam upaya menciptakan negara-bangsa yang toleran terhadap keragaman agama dan budaya. Ketiga, "merangkul" kembali etnis Minang ke haribaan Indonesia yang telah mendapat stigma negatif dalam pandangan pusat akibat peristiwa PRRI.
Kita tak yakin, sudah adakah biji zarah keindonesiaan di zaman perjuangan TIB dan tokoh lokal lain yang hidup sezaman dengannya, yang kini dikenal sebagai pahlawan nasional.
Kita juga tahu pada zaman itu perbudakan adalah bagian sistem sosial dan beberapa kerajaan tradisional Nusantara melakukan ekspansi teritorial dengan menyerang beberapa kerajaan tetangga. Para pemimpin lokal berperang melawan Belanda karena didorong semangat kedaerahan, bahkan mungkin dilatarbelakangi keinginan untuk mempertahankan hegemoni sebagai penguasa yang mendapat saingan akibat kedatangan bangsa Barat. Namun, mereka akhirnya menjadi pahlawan nasional karena bangsa memerlukan mitos pemersatu.
Tak dapat dimungkiri, Perang Paderi meninggalkan kenangan heroik sekaligus traumatis dalam memori bangsa. Selama sekitar 20 tahun pertama perang itu (1803-1821) praktis yang berbunuhan adalah sesama orang Minangkabau dan Mandailing atau Batak umumnya.
Campur tangan Belanda dalam perang itu ditandai dengan penyerangan Simawang dan Sulit Air oleh pasukan Kapten Goffinet dan Kapten Dienema awal April 1821 atas perintah Residen James du Puy di Padang. Kompeni melibatkan diri dalam perang itu karena "diundang" kaum Adat.
Pada 21 Februari 1821 mereka resmi menyerahkan wilayah Darek (pedalaman Minangkabau) kepada Kompeni dalam perjanjian yang diteken di Padang, sebagai kompensasi kepada Belanda yang bersedia membantu melawan kaum Paderi. Ikut "mengundang" sisa keluarga Dinasti Pagaruyung di bawah pimpinan Sultan Muningsyah yang selamat dari pembunuhan oleh pasukan Paderi yang dipimpin Tuanku Pasaman di Koto Tangah, dekat Batu Sangkar, pada 1815. (bukan 1803 seperti disebut Parlindungan, 2007:136-41)
Namun, sejak awal 1833 perang berubah menjadi perang antara kaum Adat dan kaum Agama melawan Belanda. Memorie Tuanku Imam Bonjol (MTIB)— transliterasinya oleh Sjafnir Aboe Nain, sebuah sumber pribumi yang penting tentang Perang Paderi yang cenderung diabaikan sejarawan selama ini—mencatat, bagaimana kedua pihak bahu-membahu melawan Belanda.
Pihak-pihak yang semula bertentangan akhirnya bersatu melawan Belanda. Di ujung penyesalan muncul kesadaran, mengundang Belanda dalam konflik justru menyengsarakan masyarakat Minangkabau sendiri.
Dalam MTIB, terefleksi rasa penyesalan TIB atas tindakan kaum Paderi atas sesama orang Minang dan Mandailing. TIB sadar, perjuangannya sudah melenceng dari ajaran agama. "Adapun hukum Kitabullah banyaklah yang terlampau dek oleh kita. Bagaimana pikiran kita?", tulis TIB dalam MTIB.
Penyesalan dan perjuangan heroik TIB bersama pengikutnya melawan Belanda yang mengepung Bonjol dari segala jurusan selama sekitar enam bulan (16 Maret-17 Agustus 1837)—seperti rinci dilaporkan De Salis dalam Het einde Padri Oorlog: Het beleg en de vermeestering van Bondjol 1834-1837: Een bronnenpublicatie [Akhir Perang Paderi: Pengepungan dan Perampasan Bonjol 1834-1837; Sebuah Publikasi Sumber] (2004): 59-183—mungkin dapat dijadikan pertimbangan untuk memberi maaf bagi kesalahan dan kekhilafan yang telah diperbuat TIB.
Kini bangsa inilah yang harus menentukan, apakah TIB akan tetap ditempatkan atau diturunkan dari "tandu kepahlawanan nasional" yang telah "diarak" oleh generasi terdahulu bangsa ini dalam kolektif memori mereka.
2. Perang Paderi
Perang Paderi meletus di Minangkabau antara sejak tahun 1821 hingga 1837. Kaum Paderi dipimpin Tuanku Imam Bonjol melawan penjajah Hindia Belanda.
Gerakan Paderi menentang perbuatan-perbuatan yang marak waktu itu di masyarakat Minang, seperti perjudian, penyabungan ayam, penggunaan madat (opium), minuman keras, tembakau, sirih, juga aspek hukum adat matriarkat mengenai warisan dan umumnya pelaksanaan longgar kewajiban ritual formal agama Islam.
Agama Islam sudah tersebar di Minangkabau sejak abad XV. Namun dalam praktiknya di masyarakat, berbagai hal yang bertentangan dengan ajaran Islam masih banyak dilakukan. Pada tahun 1803, tiga orang haji bermaksud membersihkan kebiasaan yang menyimpan dari ajaran Islam tersebut. Ketiga haji dan pengikutnya itu disebut kaum Paderi sementara golongan yang ingin mempertahakan adat yang selama ini mereka lakukan disebut kaum Adat. Perbedaan itulah yang menyebabkan perang yang melibatkan Belanda di pihak kaum Adat. Tokoh-tokoh Paderi diantaranya Tuanku Pasaman, Tuanku Nan Renceh, dan Tuanku Imam Bonjol.
Perang ini dipicu oleh perpecahan antara kaum Paderi pimpinan Datuk Bandaro dan Kaum Adat pimpinan Datuk Sati. Pihak Belanda kemudian membantu kaum adat menindas kaum Paderi. Datuk Bandaro kemudian diganti Tuanku Imam Bonjol. Dalam perang Paderi babak kedua, Belanda mengajak Sentot Ali Basa bersama prajuritnya. Tetapi ternyata Sentot Ali Basa dicurigai mengadakan hubungan dengan kaum Paderi dan ditarik kembali ke Batavia. Pada tahun 1831, kaum Adat dan kaum Paderi bersatu melawan Belanda. Walaupun menghadapi serangan dari berbagai pihak, namun karena persenjataan lebih lengkap Belanda akhirnya dapat merebut basis. Perang melawan Belanda baru berhenti tahun 1838 setelah seluruh bumi Minang ditawan oleh Belanda dan setahun sebelumnya, 1837, Imam Bonjol ditangkap.
Meskipun secara resmi Perang Paderi berakhir pada tahun kejatuhan benteng Bonjol, tetapi benteng terakhir Paderi, Dalu-Dalu, di bawah pimpinan Tuanku Tambusai, barulah jatuh pada tahun 1838. Alam Minangkabau menjadi bagian dari pax neerlandica. Tetapi pada tahun 1842, pemberontakan Regent Batipuh meletus.
Belanda menyerang benteng kaum Paderi di Bonjol dengan tentara yang dipimpin oleh jenderal dan para perwira Belanda, tetapi yang sebagian besar terdiri dari berbagai suku, seperti Jawa, Madura, Bugis, dan Ambon. Dalam daftar nama para perwira pasukan Belanda adalah Letnan Kolonel Bauer, Kapten MacLean, Letnan Satu Van der Tak, dan seterusnya, tetapi juga nama Inlandsche (pribumi) seperti Kapitein Noto Prawiro, Indlandsche Luitenant Prawiro di Logo, Karto Wongso Wiro Redjo, Prawiro Sentiko, Prawiro Brotto, dan Merto Poero.
Terdapat 148 perwira Eropa, 36 perwira pribumi, 1.103 tentara Eropa, 4.130 tentara pribumi, Sumenapsche hulptroepen hieronder begrepen (pasukan pembantu Sumenep alias Madura). Ketika dimulai serangan terhadap benteng Bonjol, orang-orang Bugis berada di bagian depan menyerang pertahanan Paderi.
Dari Batavia didatangkan terus tambahan kekuatan tentara Belanda. Tanggal 20 Juli 1837 tiba dengan Kapal Perle di Padang, Kapitein Sinninghe, sejumlah orang Eropa dan Afrika, 1 sergeant, 4 korporaals dan 112 flankeurs. Yang belakangan ini menunjuk kepada serdadu Afrika yang direkrut oleh Belanda di benua itu, kini negara Ghana dan Mali. Mereka disebut Sepoys dan berdinas dalam tentara Belanda.Belanda menggunakan 2 benteng sebagai pertahanan selama perang Paderi, Fort de Kock dan Fort van der Capellen di Batusangkar.
Kepala Perang Bonjol ialah Baginda Telabie. Kepala-kepala lain adalah Tuanku Mudi Padang, Tuanku Danau, Tuanku Kali Besar, Haji Mahamed, dan Tuanku Haji Berdada yang tiap hari dijaga oleh 100 orang. Yang memberi perintah ialah Tuanku Haji Be Di Bonjol dengan pertahanan enam meriam di daerah gunung. Halaman-halaman dikitari oleh pagar pertahanan dan parit-parit.
3. Perundingan Menyakitkan
Operasi militer VOC yang tidak bertahan lama akhirnya memunculkan strategi baru untuk menuntaskan perjuangan kaum Paderi. Strategi baru tersebut berupa perundingan atau perjanjian genjatan senjata atas nama kemanusian. Meskipun hal ini terasa aneh, tapi kaum Paderi tetap bersedia melakukan perundingan karena mereka berpikir perundingan genjatan senjata adalah sarana ampuh untuk menghindari korban jatuh lebih banyak. Dan benar, akhirnya tepat pada 22 Januari 1884 dilakukanlah perjanjian genjatan senjata di Masang oleh perwakilan Belanda dan kaum Paderi.Sayangnya, niat baik kaum paderi untuk berdamai akhirnya dikotori oleh tindakan sepihak VOC. Secara tiba-tiba, VOC menyerang daerah Luhak Tanah Datar dan Luhak Agam dengan serangan sporadis. Dua daerah itu adalah daerah penting bagi kaum Paderi pada saat itu. Karena begitu hebatnya serangan yang dilancarkan, dua daerah itu akhirnya jatuh ke tangan pasukan VOC. Untuk menujukkan kekuatannya, VOC kemudian membangun benteng Fort de Kock di daerah yang mereka kuasai tersebut.
Penyerangan VOC menimbulkan semangat baru di kubu kaum paderi meskipun kekuatan mereka sudah melemah dan tercerai-berai. Dengan segara, Imam Bonjol memusatkan seluruh pasukannya di benteng bonjol dan sekitarnya sekaligus melakukan konsolidasi pasukan yang telah jenuh berperang selama puluhan tahun. Strategi ini ternyata cukup manjur untuk meredam agresifitas pasukan VOC yang tidak hanya melakukan serangan secara militer tapi juga secara ideologis.
Operasi militer VOC yang tidak bertahan lama akhirnya memunculkan strategi baru untuk menuntaskan perjuangan kaum Paderi. Strategi baru tersebut berupa perundingan atau perjanjian genjatan senjata atas nama kemanusian. Meskipun hal ini terasa aneh, tapi kaum Paderi tetap bersedia melakukan perundingan karena mereka berpikir perundingan genjatan senjata adalah sarana ampuh untuk menghindari korban jatuh lebih banyak. Dan benar, akhirnya tepat pada 22 Januari 1884 dilakukanlah perjanjian genjatan senjata di Masang oleh perwakilan Belanda dan kaum Paderi.Sayangnya, niat baik kaum paderi untuk berdamai akhirnya dikotori oleh tindakan sepihak VOC. Secara tiba-tiba, VOC menyerang daerah Luhak Tanah Datar dan Luhak Agam dengan serangan sporadis. Dua daerah itu adalah daerah penting bagi kaum Paderi pada saat itu. Karena begitu hebatnya serangan yang dilancarkan, dua daerah itu akhirnya jatuh ke tangan pasukan VOC. Untuk menujukkan kekuatannya, VOC kemudian membangun benteng Fort de Kock di daerah yang mereka kuasai tersebut.
Penyerangan VOC menimbulkan semangat baru di kubu kaum paderi meskipun kekuatan mereka sudah melemah dan tercerai-berai. Dengan segara, Imam Bonjol memusatkan seluruh pasukannya di benteng bonjol dan sekitarnya sekaligus melakukan konsolidasi pasukan yang telah jenuh berperang selama puluhan tahun. Strategi ini ternyata cukup manjur untuk meredam agresifitas pasukan VOC yang tidak hanya melakukan serangan secara militer tapi juga secara ideologis.
Penguasa Al Ayyubiyah Yang terkenal
No | Nama | Lama berkuasa | Sifat-sifatnya | Prestasinya | Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa dinasti Ayyubiyah | Karya yang dihasilkan pada masa dinasti Ayyubiyah | Keteladanannya | Contoh Keteladanannya |
1 | Shalahuddin Yusuf Al Ayyubi | 22 th | Adil Tegas Peberani Motivasi tinggi dalam mensyiarkan Islam | Usaha yang dilakukan oleh Shalahuddin Yusuf Al Ayyubi dalam masa pemerintahannya antara lain :
| Ditandai masuknya ilmuwan-ilmuwan masyhur ke Al Azhar, adalah :
|
|
| Menurut Bahauddin Shaddad (penasehat utama Shalahuddin) Kewaraannya :
Penyayang : Lane Poole (ahli sejarah krstiani) mengatakan : Kebaikan hati Shalahuddin telah menjauhkan balas dendam, shalahuddin telah menunjukkan ketinggian akhlaknya ketika orang-orang kristian menyerah kalah. Tentararaya sangat bertanggungjawab, menjaga peraturan di setiap jalan, mencegah segala bentuk kekerasan hingga tidak mendengar orang-orang kristian diperlakukan tidak baik. Perangai Shalahuddin : Ia seorang Islam yang taat kepada Allah, sangat peka kepada keadilan, pemurah,lemah lembut, sabar, dan tekun. Menurut Bahuddin Saddad, ia telah memberikan waktu untuk rakyat dua kali seminggu, yaitu senin dan selasa dengan disertai para pembesar negara, ulama dan qadhi. Semua orang boleh bertemu dengannya. Ia sendiri akan membacakan aduan yang diterimanya dan mengucapkan untuk dituliskan oleh juru tulis tindakan yang perlu diambil, kemudian ditandatanganinya pada hari itu juga. Ia idak pernah membenarkan orang meninggalkannya selagi ia belum menyempurnakan hajat orang itu. Pada saat yang sama, ia senantiasa bertasbih kepada Allah. Jika ada orang yang mengadu, ia akan mendengarkan dengan teliti dan kemudian memberikan keputusannya. Suatu hari seorang lelaki telah membuat aduan berkenaan Taqiuddin, anak saudaranya sendiri. Dengan segera ia memanggil anak saudaranya itu dan meminta penjelasan. Pada saat yang lain ada orang yang membuat tuduhan kepada Shalahuddin sendiri. Walaupun tuduhan itu tidak berdasar, ia telah menghadiahkan orang itu sehelai jubah dan beberapa pemberian yang lain. Ia seorang yang mulia dan baik hati, lemah lembut, penyabar dan sangat benci pada ketidakadilan. Shalahuddin tidak pernah membiarkan tamunya meninggalkannya tanpa hadiah atau sesuatu sebagai bentuk pemberian tanda penghargaan walaupun tamunya itu kafir. Raja Saida pernah mengunjungi Shalahuddin dan ia menyambutnya dengan tangan terbuka, melayaninya dengan hormat dan mengambil kesempatan menerangkan Islam. Bahkan senantiasa mengirim kan air dan buah-buahan kepada Richard The Lion, musuhnya, ketika Raja Inggris itu sakit. Hatinya sangat lembut hingga ia mudah tensentuh apabila melihat orang dalam kesusahan dan kesedihan. Ia sangat belas kasihan kepada anak-anak yatim. Kematian Shalahuddin : Menurut Bahauddin ; Shalahuddin tidak meninggalkan harta, tiada rumah,barang-barang, tanah,kebun dan harta-harta lain yang ditinggalkannya, bahkan harta yang ditinggalkannya tidak cukup untuk biaya pemakamannya. Keluarganya terpaksa meminjam uang untuk menanggung biaya pemakamannya, bahkan kain kafanpun diberikan oleh seorang menterinya. |
2 | Al Adil I Nama Lengkap : Al Malik Al Adil Saifuddin Abu Bakar bin Ayyub Julukan : Tentara Saphadin | 25 th | Adil Tegas Peberani Politikus handal (Pemimpin pemerintahan dan pengatur strategi yang berbakat dan efektif) Motivasi tinggi dalam mensyiarkan Islam | | | | | |
3 | Al Kamil | 22 th | Berani Cerdas Toleransi Motivasi tinggi dalam mensyiarkan Islam | | | | | |
Makalah
KARTU PONSEL YANG DIMINATI
SISWA MTsN MALANG I
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran Karya Ilmiah Remaja (KIR)
yang dibimbing oleh Bapak Saiful Bahri Afandi, S.Pd
Oleh :
1. Fariz Yusuf M. (8E/08)
2. Ghifari Amirullah H. (8E/11)
3. Imam Syafi’i (8E/13)
4. Moch. Ischak (8E/18)
MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI I
MALANG
2010
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan rasa syukur ke hadirat Allah swt. yang dengan rahmat dan hidayah-Nya, makalah yang mengangkat judul “Kartu Ponsel yang Diminati Siswa MTsN Malang I” ini telah selesai kami susun untuk dapat digunakan sebagai bahan bacaan bagi semua siswa dan siswi MTsN Malang I.
Melalui makalah ini juga, kita mendapat tambahan informasi yaitu bagaimanakah persentase pilihan para siswa di MTsN Malang I berkaitan dengan kartu ponsel (SIM Card) yang beragam yang ada di Indonesia. Kita juga dapat mengetahui alasan mereka dalam memilih kartu ponsel yang akan digunakannya untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Dalam penulisan makalah ini, kami tidak akan mampu menyelesaikannya tanpa ada yang membimbing. Oleh karena itu, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Saiful Bahri Afandi, S.Pd, yang sangat berpengaruh terhadap selesainya makalah ini. Beliau telah membina kami melalui penyampaian teori-teori dasar dalam penulisan makalah dan telah banyak memberi saran dari konsultasi yang telah kami lakukan.
Kami sadar bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Maka dari itu, kami berharap bagi para pembaca supaya dapat menyampaikan kritik atau saran sehingga kami dapat berbuat yang lebih baik di masa yang akan datang. Kami akan dengan senang hati menerimanya.
Kepada Allah swt. kami mohon taufiq serta hidayah-Nya, semoga apa yang telah kami susun ini senantiasa dalam keridlaan-Nya. Amin.
Malang, 29 Mei 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
D. Metode Pengumpulan Data 2
1. Rancangan Penulisan Makalah 2
2. Waktu dan Tempat 2
Bab II Landasan Teori 2
Bab III Pembahasan 8
Bab IV Penutup 12
A. Kesimpulan 12
B. Saran 12
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak dahulu, manusia selalu menginginkan segala sesuatunya serba mudah, praktis, dan cepat. Mereka berpikir untuk menciptakan sesuatu yang dapat mewujudkan keinginan mereka itu. Kemudian, manusia menemukan sebuah gagasan, yaitu teknologi. Kemudian, seiring berkembangnya zaman, teknologi menjadi salah satu aspek penting dalam menunjang kehidupan manusia.
Teknologi informasi sudah ada sejak tahun 3000 SM, yaitu mulai ditemukannya abjad, gambar-gambar, dan kertas. Sejak saat itu, teknologi semakin maju dengan ditemukannya alat komunikasi, yaitu telegraf dan radio pada awal tahun 1900-an. Pada masa itu, telegraf banyak digunakan orang-orang dalam mengirimkan pesan dengan menggunakan sandi morse. Memasuki zaman elektronik, lebih banyak lagi ciptaan-ciptaan manusia seperti komputer dan telepon seluler (ponsel) yang membuat komunikasi semakin mudah.
Teknologi memang membuat manusia merasa sangat terbantu dalam melakukan hampir semua pekerjaannya sepanjang hari, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi pun teknologi sangat berperan. Tetapi, sifat dasar manusia yang tidak pernah puas dengan apa yang diperolehnya kembali muncul. Walaupun teknologi sudah maju, manusia masih ingin sesuatu yang lebih mudah dan praktis lagi. Baik laki-laki atau perempuan, anak-anak atau dewasa, hampir semua memiliki sifat seperti itu. Apalagi para remaja yang selalu ingin mengetahui perkembangan teknologi yang ada.
Remaja pada zaman sekarang memang telah banyak tahu tentang teknologi informasi maupun komunikasi. Mereka juga telah menggunakan alat-alat teknologi yang canggih seperti komputer dengan layanan internet, laptop (notebook), dan handphone. Bahkan, handphone yang sekarang sedang gencar-gencarnya diiklankan di media, yaitu Blackberry, yang semula pertama kali kita lihat lebih banyak digunakan oleh golongan artis papan atas, sekarang justru telah ada di genggaman tangan sebagian remaja kita. Pemandangan yang unik, bukan?
Tapi, kecanggihan mereka tidak berhenti di situ saja. Setelah mereka memiliki handphone, hal berikutnya yang harus mereka punyai adalah kartu ponsel atau yang lebih dikenal dengan SIM Card agar mereka dapat mengoperasikan ponselnya. Kartu ini berfungsi sebagai identitas ponsel tersebut. Kartu ponsel ini memiliki beragam jenis dan merek, contohnya di Indonesia yang terdapat berbagai kartu ponsel yang ditawarkan beberapa operator pada masyarakat, terutama pada para remaja yang kini sudah “maniak SMS”. Para operator pun menyadari hal itu dan saling berlomba untuk menawarkan harga semurah-murahnya dari seluruh layanan yang diberikan oleh kartu ponsel tersebut.
Semua layanan seperti pesan singkat (SMS), telepon, maupun internet diberi harga/biaya semurah mungkin dengan tujuan masyarakat, khususnya para remaja, memilih SIM Card produksi mereka sehingga dapat mengangkat namanya dan bersaing dengan operator lain. Akhirnya, para remaja tergiur dengan tawaran para operator yang banyak beredar di media massa.
Beragam kartu ponsel yang ada di Indonesia dengan tarif yang begitu murah memang cukup membuat masyarakat pengguna ponsel kebingungan. Mereka dituntut harus memilih satu diantara banyaknya nama produksi kartu yang berukuran kecil dan pipih itu. Tidak terkecuali remaja di sekitar kita. Mereka tampak “linglung” dengan hal ini. Karena mereka sulit membandingkan SIM Card mana yang akan membuat mereka lebih banyak mendapat keuntungan dan manfaat dari kartu yang mereka pilih nanti.
Nah, dari sini kita dapat melihat kartu ponsel manakah yang paling banyak digunakan oleh masyarakat pada umumnya dan remaja pada khususnya. Juga alasan, cara membandingkan, dan manfaat setelah memakainya. Atau mungkin mereka justru mendapat mudharat darinya.
B. Rumusan Masalah
- Kartu ponsel apakah yang diminati siswa MTsN Malang I?
- Apakah alasan mereka dalam memilih suatu kartu ponsel?
- Bagaimanakah cara mereka membandingkan kualitas dari berbagai jenis dan merek kartu ponsel?
- Manfaat apakah yang diperoleh setelah menggunakan kartu ponsel yang mereka pilih?
- Adakah kerugian atau dampak negatif dari kartu ponsel tersebut?
C. Tujuan Penulisan
- Untuk mengetahui kartu ponsel apakah yang diminati siswa MTsN Malang I.
- Untuk mengetahui alasan mereka dalam memilih suatu kartu ponsel.
- Untuk mengetahui cara mereka membandingkan kualitas berbagai kartu ponsel.
- Untuk mengetahui manfaat apa yang mereka peroleh setelah menggunakannya.
- Untuk mengetahui kerugian/ dampak negatifnya.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Rancangan Penulisan Makalah
Pada penyusunan makalah ini, dilakukan pencarian sumber atau kajian tentang ”Kartu Ponsel yang Diminati Siswa MTsN Malang I” dengan cara melakukan browsing melalui internet, serta pengumpulan data dengan cara melakukan survey melalui angket yang diberikan kepada sebagian siswa-siswi MTsN Malang I.
2. Waktu dan Tempat
Penyusunan makalah ini dilakukan pada tanggal 29 Maret - 29 Mei 2010. Untuk pembagian angketnya, dilakukan pada tanggal 24 Mei 2010 dan bertempat di setiap kelas 7 dan 8 MTsN Malang I. Sedangkan untuk pemrosesan data yang telah diperoleh, dilakukan pada tanggal 24-29 Mei 2010 yang bertempat di rumah salah satu anggota kelompok kami.
BAB II
LANDASAN TEORI
Kartu SIM
Kartu SIM (Subscriber Identity Module) adalah sebuah kartu pintar seukuran perangko yang ditaruh di telepon genggam yang menyimpan kunci pengenal jasa telekomunikasi. Kartu SIM harus digunakan dalam sistem GSM. Kartu yang mirip dengan SIM dalam UMTS disebut USIM, sedangkan kartu RUIM popular dalam sistem CDMA.
Telekomunikasi Seluler di Indonesia
Telekomunikasi seluler di Indonesia adalah sebuah substansi yang mencakup keseluruhan hal yang berhubungan perkembangan telekomunikasi seluler yang terjadi di Indonesia. Telekomunikasi seluler mulai dikenal sejak tahun 1984, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang paling awal mengadopsi teknologi seluler versi komersial. Teknologi seluler yang digunakan saat itu adalah NMT (Nordic Mobile Telephone) dari Eropa, disusul oleh AMPS (Advance Mobile Phone Sistem), keduanya dengan sistem analog. Teknologi seluler yang masih bersistem analog itu seringkali disebut sebagai teknologi seluler generasi pertama (1G). Pada tahun 1995 diluncurkan teknologi generasi pertama CDMA (Code Division Multiple Access) yang disebut ETDMA (Extended Time Division Multiple Access) melalui operator Ratelindo yang hanya tersedia di beberapa wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Sementara itu di dekade yang sama, diperkenalkan teknologi GSM (Global System for Mobile) yang membawa teknologi telekomunikasi seluler di Indonesia ke era generasi kedua (2G). Pada masa ini, layanan pesan singkat (short message service) menjadi fenomena di kalangan pengguna ponsel berkat sifatnya yang hemat dan praktis. Teknologi GPRS (General Packet Radio Service) juga mulai diperkenalkan, dengan kemampuannya melakukan transaksi paket data. Teknologi ini kerap disebut dengan generasi dua setengah (2,5G), kemudian disempurnakan oleh EDGE (Enhanced Data Rates for GSM Environment), yang biasa disebut dengan generasi dua koma tujuh lima (2,75G). Telkomsel sempat mencoba mempelopori layanan ini, namun kurang berhasil memikat banyak pelanggan. Pada tahun 2001, sebenarnya di Indonesia telah dikenal teknologi CDMA generasi kedua (2G), namun bukan di wilayah Jakarta, melainkan di wilayah lain, seperti Bali dan Surabaya.
Pada 2004 mulai muncul operator 3G pertama, PT Cyber Access Communication (CAC), yang memperoleh lisensi pada 2003. Saat ini, teknologi layanan telekomunikasi seluler di Indonesia telah mencapai generasi ketiga-setengah (3,5G), ditandai dengan berkembangnya teknologi HSDPA (High Speed Downlink Packet Access) yang mampu memungkinkan transfer data secepat 3,6 Mbps.
Perkembangan Layanan GSM, Kemunculan Operator CDMA, dan 3G
Akhir 1996, PT. Excelcomindo Pratama (Excelcom) yang berbasis GSM muncul sebagai operator seluler nasional ketiga. Pemerintah juga mulai turut mendukung bisnis seluler dengan dihapuskannya bea masuk telepon seluler. Alhasil, harga telepon seluler dapat ditekan hingga Rp1 juta.
Pada Desember 2002, Telkom Flexi hadir sebagai operator CDMA pertama di Indonesia, di bawah pengawasan PT. Telekomunikasi Indonesia, menggunakan frekuensi 1.900 MHz dengan lisensi FWA (Fixed Wireless Access). Artinya, sistem penomoran untuk tiap pelanggan menggunakan kode area menurut kota asalnya, seperti yang dipergunakan oleh telepon berbasis sambungan tetap dengan kabel milik Telkom.
Tanggal 8 Oktober 2003, pemerintah akhirnya memberikan lisensi kepada PT. Cyber Access Communication sebagai operator seluler 3G pertama di Indonesia. CAC memperoleh lisensi pada jaringan UMTS atau juga disebut dengan W-CDMA (Wideband-Code Division Multiple Access) pada frekuensi 1.900 MHz sebesar 15 MHz.
Pada Februari 2004, Telkomsel meluncurkan layanan EDGE (Enhanced Data Rates for GSM Evolution), dan menjadikannya sebagai operator EDGE pertama di Indonesia. EDGE sanggup melakukan transmisi data dengan kecepatan sekitar 126 kbps (KB/detik) dan menjadi teknologi dengan transmisi data paling cepat yang beroperasi di Indonesia saat itu.
Periode 2009
Pada tahun 2009, di Indonesia telah beroperasi sejumlah 10 operator dengan estimasi jumlah pelanggan sekitar 169,72 juta. Tabel berikut memperlihatkan persentase pilihan masyarakat terhadap beragamnya produk kartu ponsel yang beredar luas.
- OperatorProdukJaringanPrefiksJumlah Pelanggan (kuartal I/2009)(FWA)8,9 juta0817, 0818, 0819, 0859, 0877, 087824,67 juta0896, 0897, 0898, 08996,4 juta0856, 085728,9 juta0816, 0815, 08550815, 0816, 0858(FWA)570.0000885, 0886, 0887, 0888, 08892,7 juta(FWA)300.0000831, 08385 jutaFWA dan 0828780.0000881, 0882, 0883, 0884>2 juta(FWA)13,49 juta0852, 085376,01 juta0812, 0813, 08110812, 0813, 0811
Sebagian besar operator telah meluncurkan layanan 3G dan 3,5G. Namun, akibat kebijakan pemerintah tentang penurunan tarif pada awal 2008, serta gencarnya perang tarif para operator, kualitas layanan operator seluler di Indonesia terus memburuk, terutama pada jam-jam sibuk. Sementara itu, tarif promosi yang diberikan pun seringkali hanya sekedar akal-akalan, bahkan cenderung merugikan konsumen itu sendiri.
Perang Tarif Seluler Berperan Mengubah Kehidupan Sosial Remaja
Secara umum remaja atau ABG lebih suka berkumpul dengan komunitasnya baik dalam kehidupan di lingkungan sekolah maupun dalam keseharian. Pencarian identitas, kesamaan pandangan, mendalami pelajaran yang kurang dimengerti di sekolah, hingga pergaulan, adalah alasan untuk menghabiskan waktu lebih banyak bersama teman-teman sebayanya. Tetapi satu dekade terakhir, ada satu hal menarik yang berperan dalam komunitas anak gaul itu. Yaitu keikutsertaan ponsel di mana pun para remaja itu berada. Jika sekolah tidak melarang penggunaan ponsel, maka aneka ragam produk ponsel terbaru akan dengan mudah didapati dalam komunitas usia itu. Seolah harga benda tersebut tak lebih mahal daripada sebungkus rokok. Sehingga ganti model ponsel adalah hal biasa di kalangan pelajar.
Menyertakan ponsel dalam aktivitas harian ini didukung oleh perang tarif termurah yang diberikan berbagai provider seluler di negara ini. SMS gratis, menelepon gratis antar pengguna kartu operator yang sama, layanan MMS, dan chatting bak menggunakan laptop pribadi. Para remaja dimanjakan dengan berbagai layanan gratis seperti yang memang banyak disukai mayoritas anak negeri ini. Jangan heran kalau keponakan anda akan mengirimkan sebuah pesan singkat “Om, ini no saya yg baru”, sekian kali dalam sebulan. Atau menerima SMS tengah malam karena ada layanan SMS gratis meski isinya hanyalah pengiriman ulang dari nomor yang lain. Bahkan kadang anda bisa saja menerima pesan yang sama persis dengan isi yang sama tak pentingnya untuk anda.
Positif dan Negatif Perang Tarif Terhadap Remaja
Remaja sebagai salah satu komunitas pengguna ponsel terbesar, mau tidak mau terpengaruh dengan adanya perang tarif ini. Membelikan ponsel bagi putra-putri remajanya layaknya sebuah kewajiban untuk para orang tua memberikan les tambahan. Meski banyak orang tua yang terbantu dengan kehadiran ponsel berikut perang tarif yang diberikan operator seluler, namun banyak yang tidak menyadari bahwa terjadi perubahan kehidupan sosial para remaja itu. Dan perubahan pastilah memberikan dampak positif maupun negatif, sekecil apa pun.
Tak heran kemudian para remaja lebih banyak berkomunikasi dengan orang tuanya yang sibuk lewat ponsel dibandingkan bertatap muka. Belum lagi jika orang tua kembali ke rumah di saat jam tidur putra-putrinya. Apalagi adanya anggapan sebagian orang tua bahwa bicara lewat ponsel tidak beda dengan kehadiran langsung di hadapan para remaja itu. Padahal bicara dengan bertatapan mata tentu jauh lebih baik kualitasnya dibandingkan hanya membaca tulisan atau mendengarkan suara, meski kata-kata yang dipergunakan sama. Jika hal ini dilakukan secara kesinambungan terhadap usia awal remaja (anak-anak yang masih duduk di bangku SD atau SMP) dapat mengurangi nilai empati anak terhadap orang-orang terdekatnya.
Hubungan anak sebagai siswa juga berpengaruh besar dengan adanya perang tarif ini. Malam hari di mana seharusnya mereka beristirahat untuk belajar keesokan harinya, mereka malah menghabiskan waktu dengan menekan keypad ponsel dan menghabiskan malam dengan SMS-an. Belum lagi jika dari SMS itu timbul, misalnya apa yang ditulis oleh si pengirim pesan ternyata dibaca dengan intonasi dan jeda yang berbeda sehingga menimbulkan kesalahpahaman bagi si penerima pesan. Hingga tak jarang mereka kehilangan konsentrasi saat di kelas.
Bagi orang tua yang biasa mengajak anak-anaknya berliburan ke luar kota dan menggunakan transportasi umum, mungkin akan dapat merasakan juga besarnya pengaruh perang tarif terhadap anak-anaknya. Jika dulu harus menyediakan satu ransel kecil untuk buku-buku cerita atau komik yang dapat dibaca di perjalanan atau saat menunggu waktu keberangkatan di bandara, sekarang hanya perlu mengeluarkan sedikit uang untuk membeli pulsa bagi putranya . Mungkin selama sekian jam di bandara, terutama dengan delay pesawat yang seringkali terjadi, para remaja itu tidak merasakan kebosanan karena masing-masing sibuk dengan ponselnya.
Namun perang tarif yang memanjakan konsumen telpon seluler juga memberikan efek positif dalam pergaulan remaja. Remaja yang tadinya kurang percaya diri dalam berbicara menjadi lebih percaya diri karena tidak perlu memperlihatkan roman muka saat bercakap-cakap dengan lawan bicaranya. Peningkatan kepercayaan diri ini menunjukkan signifikan positif di kehidupan nyatanya. Kelak para pemalu ini akan berani bicara di depan orang lain seperti halnya saat dia mengumbar kata-kata lewat media ponsel.
Selain itu dengan murahnya tarif seluler, remaja sebagai siswa terbantu dalam mengerjakan aktivitas sekolah yang dilakukan dari tempat berbeda. Misalnya siswa-siswi yang sedang melakukan penelitian dan pencarian data di tempat berbeda, dengan mudah dapat memberikan informasi yang telah diperoleh masing-masing. Sehingga kemungkinan kurangnya data dalam satu kali pencarian data akan kecil.
Menelpon nenek atau sanak keluarga lebih tua yang biasanya enggan dilakukan para remaja, menjadi ringan bagi mereka karena hanya perlu mengetikkan beberapa kalimat. Meski tidak sama artinya dengan kunjungan langsung, tetapi berarti sebuah bentuk perhatian bagi para orang tua itu.
Orang tua yang tadinya tidak bisa berkomunikasi dengan anak-anaknya karena harus bekerja untuk jangka waktu tertentu di tempat yang sukar dijangkau, dengan mudah menghubungi putra-putrinya. Namun sekali lagi, intensitas ini harus diimbangi dengan komunikasi nyata saat para orang tua mempunyai kesempatan bersama putra-putri tercintanya.
BAB III
PEMBAHASAN
Dari sekitar 400 orang jumlah siswa-siswi kelas 7dan 8 MTsN Malang I, kami telah membagikan sekitar 320 lembar angket. Dari jumlah tersebut, kami akan mengambil 230 lembar yang nantinya akan dijadikan sample.
1. Kartu Ponsel yang Diminati
Berdasarkan rekapitulasi hasil angket yang kami peroleh, dapat dilihat bahwa mayoritas siswa-siswi MTsN Malang I memilih untuk menggunakan salah satu Kartu Ponsel produksi Indosat yaitu IM3. Hampir 50% dari jumlah sample didominasi oleh IM3, kendati terdapat Kartu Ponsel yang lain seperti simPATI dan XL yang juga tidak kalah tenar.
Grafik 1: Nama Produk Kartu Ponsel dan Jumlah Pengguna
2. Alasan dalam Memilih Kartu Ponsel
Dalam memilih Kartu Ponsel, diperlukan suatu alasan atau motif yang menjadi latar belakang atas kehendak kita dalam memutuskan kartu mana yang akan digunakan. Banyak alasan yang dikemukakan oleh para siswa-siswi MTsN Malang I dalam hal ini. Salah satu dari beberapa alasan tersebut adalah karena Kartu Ponsel tersebut memiliki sinyal yang bagus walaupun sedang berada di tempat yang jauh dari keramaian sehingga memudahkan mereka untuk saling berkomunikasi. Sekitar 50 siswa memilih SIM Card karena alasan ini.
Alasan yang lain adalah murah. Mungkin inilah yang pasti akan dipikirkan oleh seseorang yang akan menggunakan Kartu Ponsel, terutama para remaja. Seperti yang dikatakan di bab 1 bahwa mereka sudah sangat menyukai kegiatan saling kirim SMS ke sesama. Hal ini juga terjadi di siswa maupun siswi MTsN Malang I dimana kebanyakan para siswa-siswi memilih SIM Card karena murahnya tarif atau biayanya. Mengapa demikian? Karena tarif yang murah menyebabkan pulsa mereka tidak lekas habis apabila melakukan pengiriman pesan singkat atau menghubungi orang lain. Lebih kurang 40% siswa-siswi MTsN Malang I melihat murah atau tidaknya biaya layanan yang tersedia terlebih dahulu sebelum menggunakannya.
Selain kedua alasan di atas siswa-siswi MTsN Malang I yang seluruhnya merupakan remaja juga memiliki beberapa alasan lain seperti halnya asal-asalan untuk memilih. Mungkin hal ini disebabkan karena mereka yang masih berusia remaja itu, cuek terhadap hal-hal yang mereka anggap tidak terlalu penting. Selain itu, alasan mereka ialah ikut oleh pengaruh orang lain. Salah satu faktor yang menyebabkan mereka memilih alasan ini ialah mungkin karena saudara, sahabat, atau keluarganya menggunakan kartu yang sama dengan kartu yang digunakan olehnya jadi hubungan yang mereka lakukan bisa berjalan dengan lancar karena kesamaan Kartu Ponsel yang mereka gunakan. Diagram di bawah ini menunjukkan keseluruhan data yang diperoleh.
Grafik 2: Alasan menggunakan Kartu Ponsel
3. Cara Membandingkan Kualitas Kartu Ponsel
Sebelum membeli SIM Card biasanya orang akan membandingkan terlebih dahulu kartu manakah yang mempunyai kualitas paling baik. Mereka akan mencari informasi melalui media massa, baik cetak maupun elektronik berupa iklan yang menawarkan layanan-layanan menarik dari kartu tersebut dengan tarif murah dan terdapat bonus-bonus seperti SMS gratis. Bagi para siswa-siswi MTsN Malang I juga menginginkan suatu keuntungan dari Kartu Ponsel yang akan mereka gunakan. Sekitar 30% dari mereka lebih mengutamakan murah atau tidaknya tarif yang ditentukan oleh operator SIM Card tersebut. Siswa-siswi melihat tingkat kemurahan biaya dari berbagai macam kartu ponsel yang beredar di Indonesia.
Selain melihat dari tingkat kemurahan tarif, para siswa-siswi juga membandingkan dari segi banyaknya bonus. Karena dengan ditawarkannya bonus-bonus, para pengguna umumnya akan tertarik untuk memilih salah satu produk Kartu Ponsel. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada tabel berikut.
Grafik 3: Cara membandingkan kualitas.
4. Manfaat yang Diperoleh
Setelah menggunakan Kartu Ponsel yang dipilih, pasti terdapat beberapa manfaat, di antaranya adalah keuangan kita menjadi lebih hemat dan teratur. Hal ini bisa terjadi karena berkaitan dengan tarif murah yang ditetapkan operator. Akibat tarif murah tersebut pulsa kita tidak akan cepat habis sehingga dapat mengurangi pemborosan disebabkan sering membeli pulsa.
Berdasarkan data dari siswa-siswi MTsN Malang I dapat dilihat bahwa manfaat yang banyak mereka peroleh adalah mereka dapat lebih sering berkomunikasi dengan orang lain, baik dengan teman, orangtua, maupun yang lainnya. Manfaat berikutnya adalah hubungan dengan orang lain akan semakin erat karena seringnya terjadi komunikasi antara keduanya. Dampak ini timbul juga karena murahnya biaya untuk berkomunikasi, sehingga mereka tidak perlu khawatir akan kehabisan pulsa setelah menelepon seseorang dalam waktu lama misalnya.
Grafik 4: Manfaat yang diperoleh setelah menggunakan Kartu Ponsel.
5. Kerugian dan Dampak Negatif yang Muncul
Banyak manfaat yang datang dari SIM Card. Tetapi, selain manfaat, SIM Card pasti juga menyebabkan kerugian atau dampak negatif bagi para penggunanya. Contoh kerugiannya seperti seringnya terjadi masalah atau trouble pada jaringan operator atau pada saat pengiriman pesan singkat. Sebanyak ± 30 siswa mengeluh tentang hal tersebut, terutama bagi siswa atau siswi yang gemar SMS-an dan chatting. Karena dalam melakukan chatting harus cepat membalas obrolan lawan bicara. Namun apabila terjadi kesalahan, misalnya pesan dipending atau lama sampai tujuan. Beberapa kerugian dan dampak negatif lainnya yang biasa timbul adalah masih terdapat tarif yang mahal sehingga terjadi pemborosan, menjadikan lupa waktu, membuat kita malas, dan terutama mengganggu konsentrasi belajar.
Grafik 5: Kerugian yang diperoleh.
Kerugian/dampak negatif | Persentase (%) |
Boros | 14,4 |
Tarif mahal | 14 |
Sinyal lemah | 22,6 |
Trouble | 5,2 |
Masa aktif singkat | 2,2 |
Lupa waktu | 4 |
Mengganggu pelajaran | 2,2 |
Lebih malas | 0,9 |
Tidak ada kerugian | 30,4 |
Lainnya | 4,8 |
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa IM3 adalah SIM Card yang paling banyak diminati oleh mayoritas siswa-siswi di MTsN Malang I. Mereka memilih Kartu tersebut dengan berbagai macam alasan sehingga dapat lebih mudah untuk membandingkan kualitas Kartu yang satu dengan Kartu yang lain. Sebagai seorang konsumen, pasti selalu ingin memiliki barang yang mempunyai kualitas yang bagus, apalagi bila harga barang tersebut cukup murah. Kalimat tadi berkaitan dengan siswa-siswi yang memilih suatu Kartu dengan melihat dari tingkat kemurahan biaya untuk beberapa layanan yang ditawarkan.
Dalam menggunakan suatu barang pasti terdapat manfaat atau dampak positif yang didapat dan kadang-kadang juga ada kerugian atau dampak negatif yang harus ditanggung. Dari data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa para siswa banyak yang mengutarakan manfaat dari SIM Card yang mereka pakai adalah mereka bisa menjadi lebih sering berkomunikasi dengan orang dekatnya, misalnya dengan teman. Sedangkan kerugian yang biasa mereka jumpai adalah masih terdapat tarif yang mahal dari layanan yang ada sehingga menghabiskan pulsa mereka dan menuntut mereka untuk segera mengisi pulsa. Tetapi hal itu cenderung menuju ke arah pemborosan. Jadi, itulah salah satu dampak negatif yang mungkin didapat.
B. Saran
Sebelum memilih Kartu Ponsel yang akan digunakan, ingatlah terlebih dahulu akan dipakai untuk apa Kartu tersebut. Jangan hanya dilihat dari tarifnya yang rendah dan berbagai macam bonus karena itu dapat membuat kita lupa waktu bila terlalu menikmatinya.
Kemudian, setelah memutuskan Kartu mana yang akan digunakan, berusahalah untuk memanfaatkan sebaik mungkin. Gunakan seperlunya untuk mengirim pesan singkat (SMS) yang baik kepada orangtua atau teman. Jangan digunakan untuk mengirim SMS yang tidak penting karena selain boros pulsa (walaupun mendapat bonus) juga buang-buang waktu dan energi.
Daripada melakukan hal semacam itu, lebih baik melakukan sesuatu yang jauh lebih bermanfaat, contohnya membaca buku, mengaji, membantu orangtua, dan sebagainya. Mungkin dengan melakukan itu, kita dapat menghindari dan meminimalisir timbulnya kerugian dan dampak negatif dari SIM Card tersebut.
Daftar Pustaka
----------.2008.Perang Tarif Seluler Berperan Mengubah Kehidupan Sosial Remaja.http://wydpress.wordpress.com/.29-3-2010